Rabu, 30 Oktober 2013

Persiapan Indonesia Menghadapi Pasar Bebas ASEAN Masih Belum Optimal

Ilustrasi Negara Asean
Ilustrasi Negara Asean (sumber: Istimewa)
Jakarta - Direktur Eksekutif Core Indonesia Hendri Saparini menilai persiapan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 masih belum optimal. Menurutnya pemerintah baru melakukan sosialisasi tentang "Apa Itu MEA" belum pada sosialisasi apa yang harus dilakukan untuk memenangi MEA.
Dia mengatakan sosialisasi mengenai " Apa itu MEA" yang telah dilakukan pemerintah pun ternyata masih belum 100 persen karena sosialisasi baru dilaksanakan di 205 kabupaten dari jumlah 410 kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Hendri mengatakan hal ini berbeda dengan persiapan yang dilakukan negara lain sebagai contoh di Thailand, pemerintahnya melalui the National Economic and Social Development Council telah melakukan persiapan secara komprehensif dan menyusun delapan strategi khusus untuk menghadapi MEA untuk waktu 3 tahun (2012-2015) karena MEA ditetapkan sebagai prioritas utama yang melibatkan berbagai institusi pemerintah dan kalangan pengusaha.
Dia mengatakan salah satu strategi yang dilakukan Thailand untuk memenangi MEA adalah memprioritaskan sektor peternakan dimana pemerintah Thailand melakukan peningkatan kualitas manajemen budidaya ternak dan melakukan ekspansi investasi ke negara tetangga seperti Myanmar. Menurut Hendri hal inilah yang mesti dicontoh pemerintah Indonesia, pemerintah semestinya mempersiapkan strategi yang komprhensif dalam menghadapi MEA bukan hanya sosialisasi saja.
" Pemerintah menyatakan indonesia telah siap menghadapi MEA dengan komitmen 82 persen namun pada kenyataannya persiapan itu hanya sebatas sosialisasi bukan pada persiapan strategi," ujar dia dalam acara " Launching Core Indonesia Mengenai Kesiapan Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015" di Gedung Museum Nasional" Jakarta, Senin (28/10).
Dia menjelaskan dari segi persiapan, Indonesia masih jauh ketinggalan terutama dari aspek perencanaan strategi dan kebijakan, jika di Thailand MEA dijadikan prioritas utama serta pemerintahnya membuat program khusus dengan melibatkan pejabat tinggi pemerintah, BUMN dan masyarakat sipil sedangkan di Indonesia, pemerintah belum ada strategi konkret dan penetapan sektor yang menjadi prioritas.
Hendri mengatakan pemerintah Thailand juga menyediakan dana untuk mendukung kegiatan kegiatan terkait persiapan MEA contohnya peningkatan daya saing SDM lewat kemampuan Bahasa Inggris kepada pegawai pemerintah di tingkat pusat dan provinsi ditambah pengajaran bahasa ASEAN no thai seperti bahasa Indonesia, Vietnam di perguruan tinggi sedangkan pemerintah Indonesia belum ada implementasi pelaksanaan agenda bersama pemerintah dan pelaku usaha.
Hendri menjelaskan besarnya komitmen pemerintah terhadap kesepakatan MEA ternyata bertolak belakang dengan kesiapan dunia usaha. Menurutnya dari hasil in-depth interview Core dengan para pengusaha ternyata para pelaku usaha bahkan banyak yang belum mengerti adanya kesepakatan MEA.
" Hal hal semacam ini yang harus pemerintah kejar, pemerintah harus libatkan pengusaha, masyarakat sipil dalam penyusunan strategi, jika tidak ada strategi, Indonesia hanya akan menjadi pasar saja bukan production base," ungkap dia
Dia mengatakan salah satu strategi yang dipersiapkan pemerintah menjelang MEA adalah Indonesia harus menyusun strategi industri, perdagangan dan investasi secara terintegrasi karena dengan adanya implementasi MEA beban defisit neraca perdagangan akan semakin besar maka dari itu membuat strategi industri harus menjadi prioritas pemerintah.
Dalam Kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan sektor sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA adalah sektor Sumber Daya Alam, Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Menurut dia ketiga sektor ini merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara ASEAN yang lain.
Dia mengatakan selain memperkuat basis ketiga sektor tersebut, pemerintah juga harus memastikan bahwa tenaga kerja asing yang nantinya bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia. Menurut dia dalam MEA, liberalisasi ekonomi semakin luas, tidak menutup kemungkinan tenaga kerja asing akan bekerja di Indonesia dalam jumlah yang cukup besar dan salah satu persyaratan utama bagi mereka yang ingin bekerja di Indonesia adalah mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
" Pemerintah sebaiknya mengadakan tes sejenis tes TOEFL (kemampuan berbahasa Inggris) tapi tes TOEFL berbahasa Indonesia untuk menguji kemampuan bahasa Indonesia para pekerja asing," ujar dia.

dikutip dari:
DHO/FMB yang bersumber dari Investor Daily

0 komentar:

Posting Komentar