1.
Uji
Autokorelasi
Pengujian autokorelasi
dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi di antara data pengamatan
atau tidak. Adanya autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai varians
tidak minimum dan uji t tidak dapat digunakan, karena akan memberikan
kesimpulan yang salah. Ada atau tidaknya autokorelasi dapat dideteksi dengan
menggunakan uji Durbin-Watson. Rumus
ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi yang dapat
dideteksi oleh peneliti dalam penelitian ini. Ukuran yang digunakan untuk
menyatakan ada atau tidaknya autokorelasi, yaitu apabila nilai statistik Durbin-Watson mendekati angka 2, maka
dapat dinyatakan bahwa data pengamatan memiliki autokorelasi (Sudarmanto, 2005:
143).
Tahap-tahap pengujian dengan uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut.
a.
Tentukan
hipotesis nol dan alternatif. Hipotesis nol adalah variabel gangguan tidak
mengandung autokorelasi dan hipotesis alternatifnya adalah variabel gangguan
mengandung autokorelasi.
b.
Hitung
besarnya statistik DW dengan rumus
DW
c.
Bandingkan
nilai statistik DW dengan nilai teoritik DW
sebagai berikut
1.
Bila
DW ≥ dn (dengan df n – K – 1) : K adalah
banyaknya variabel bebas yang digunakan: H0 diterima jadi ρ = 0
berarti tidak ada otokorelasi pada model regresi itu
2.
Bila DW ≤ dL
(dengan df n – K – 1) : H0 ditolak jadi ρ ≠ 0 berarti ada
otokorelasi positif pada model regresi itu
3.
Bila
dL < DW < du; uji itu hasilnya tidak konklusif,
sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada
model itu
d.
Untuk ρ < 0
(otokorelasi negatif)
1.
Bila
(4 – DW) ≥ du; H0 diterima jadiρ = 0 berarti tidak ada
autokorelasi pada model itu
2.
Bila
(4 – DW) ≤ dL; H0 ditolak, jadi ρ ≠ 0 berarti ada autokorelasi
positif pada model itu
3.
Bila
dL < (4 – DW) < du; uji itu hasilnya tidak
konklusif sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau
tidak pada model itu (Firdaus, 2004: 100-101)
0 komentar:
Posting Komentar