Rabu, 04 Februari 2015



1.    Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi di antara data pengamatan atau tidak. Adanya autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai varians tidak minimum dan uji t tidak dapat digunakan, karena akan memberikan kesimpulan yang salah. Ada atau tidaknya autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Rumus ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi yang dapat dideteksi oleh peneliti dalam penelitian ini. Ukuran yang digunakan untuk menyatakan ada atau tidaknya autokorelasi, yaitu apabila nilai statistik Durbin-Watson mendekati angka 2, maka dapat dinyatakan bahwa data pengamatan memiliki autokorelasi (Sudarmanto, 2005: 143).
Tahap-tahap pengujian dengan uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut.
a.       Tentukan hipotesis nol dan alternatif. Hipotesis nol adalah variabel gangguan tidak mengandung autokorelasi dan hipotesis alternatifnya adalah variabel gangguan mengandung autokorelasi.
b.      Hitung besarnya statistik DW dengan rumus
DW
c.       Bandingkan nilai statistik DW dengan nilai teoritik DW sebagai berikut
1.      Bila DW ≥ dn (dengan df n – K – 1) : K adalah banyaknya variabel bebas yang digunakan: H0 diterima jadi ρ = 0 berarti tidak ada otokorelasi pada model regresi itu
2.      Bila DW ≤ dL (dengan df n – K – 1) : H0 ditolak jadi ρ ≠ 0 berarti ada otokorelasi positif pada model regresi itu
3.      Bila dL < DW < du; uji itu hasilnya tidak konklusif, sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada model itu
d.      Untuk ρ < 0 (otokorelasi negatif)
1.      Bila (4 – DW) ≥ du; H0 diterima jadiρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi pada model itu
2.      Bila (4 – DW) ≤ dL; H0 ditolak, jadi ρ ≠ 0 berarti ada autokorelasi positif pada model itu
3.      Bila dL < (4 – DW) < du; uji itu hasilnya tidak konklusif sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada model itu (Firdaus, 2004: 100-101)

0 komentar:

Posting Komentar